Aku
pernah bertanya dalam hatiku, apa yang aku cari ketika di hari semua orang
memberikan kasih sayang.
Sedangkan aku tetap disini untuk terdiam, Bertanya siapa yang akan memberikan
aku sebuah coklat ataupun setangkai mawar merah yang artinya aku disayangi. Dan
ternyata hingga kini usiaku 20 tahun, tak seorang pun yang memberikan hadiah,
namun tahun ini aku mendapatkan sebuah hal yang tak pernah aku pikirkan.
Hadiah dari Kakekku?
Ia datang menempuh jarak yang cukup jauh dengan sepeda tuanya yang layak untuk
dimuseumkan. Bunyi sepeda yang mengiris dengki dan ngilu. Namun ia tetap setia
datang untuk memberikan aku sebuah hadiah.
Aku membuka pintu utama rumahku ketika ia datang memarkir sepedanya di halaman
rumahku. Ia tersenyum menatapku dengan membuka topi tua klasik Cinanya. Usianya
yang sudah 70 tahun tampak terlihat dengan rambutnya yang sudah memutih.
"Kakek kok siang siang gini datang , apa ga kepanasan?"
"Gapapa. Mana mamamu?" Tanya Kakek
"Dia lagi pergi ke rumah tetangga..?"
"Oh.. ya sudah tak apa? Kamu kenapa tidak kuliah?"
"Ya, ampun kakek ini kan hari libur . hari minggu. Kakek pikun ya?"
"Ah.. maaf, Kakek lupa.. ini Kakek ada hadiah kecil untuk kamu?
Kakek memberikan aku sebuah hadiah dalam kotak kecil usam yang berwarna merah.
Tampak dekil dan aku menyentuhnya dengan sedikit jijik lalu membukanya tampak
sebuah liontin anting berbentuk bunga matahari perak.
"Apa ini.. ?
"Ini hadiah untuk kamu, Cuma ada satu. Satunya lagi ilang. Ini saja baru
kakek temukan pas lagi beres-beres gudang, sayang kalau dibuang. Itu hadiah
berkesan kakek untuk kamu.?"
"Hah.. mana jaman aku pake ginian..?"
"Hehehe.. ya simpan saja kalau kamu tidak suka?"
"Oh..kakek mau masuk dulu ga?"
"Kakek mau duduk diteras rumah kamu saja. Kamu ambilkan kakek Teh hangat
saja?"
"Oo.. ya sudah tunggu ya..!"
Beberapa saat kemudian aku keluar dengan sebuah Teh hangat sisa milik ayahku
yang sedang pergi bersama ibu. Memberikan teh tersebut di meja teras, menatap
wajah kakek yang sedang termenung memandang halaman rumahku yang dipenuhi ikan
mas di kolam kecil.
"Kek. Ini air tehnya..!"
"Makasih.. kamu kenapa kok valentine gini masih dirumah?"
"Hm.. kakek tau valentine juga ya.. kirain ga ada jamannya!"
"Enak saja. Biar tua gini.. kakek juga pernah muda lah!"
"Oh gitu ya.."
Aku memperhatikan wajahnya yang termenung. Keringat basah yang bercucuran di
keningnya terlihat menyatu dengan keriput tua di garis wajahnya. Lalu ia tiba
tiba mengajakku bicara.
"Kamu kenapa tidak punya pacar sampe sekarang?"
"Ga tau , Kek. Nasib jelek kali. Emangnya kenapa?"
"Gapapa. Kakek juga pernah berpikir sama kayak kamu kok. Tapi jangan cemas
Angel. Takdir cinta manusia itu akan selalu ada..!"|
"Lah.. kok bisa ngomong gitu. Kan angel ga jelek jelek amet kek. Kenapa
masih single ya. Iri deh sama temen-temen yang punya pacar di valentine
gini.!!"
"hehehe.. kakek ada cerita buat kamu. Mau denger..?"
Aku mulai males mendengarkan dongengnya yang selalu kedengar sejak kecil. Namun
kesepian dalam rumah juga membosankan. Akhirnya aku terdiam mendengarkan
kisahnya saja. Toh tidak ada salahnya.
Di masa lalu.
Albert ( Kakekku) adalah seorang pria pemalu dalam segala hal. Bahkan hingga ia
duduk dibangku SMA ia tidak mendapatkan kekasih yang ia inginkan. Namun ia
bertaruh dengan seorang rekannya akan membawa seorang wanita di hari Valentine.
Ia pun bertekad memamerkan wanita itu pada harinya. Dengan segenap usaha dan
waktu yang sempit ia pun mulai mencari cari. Dari adik kelas yang cantik hingga
kakak kelas yang cantik semuanya ia coba cari untuk menjadi pacarnya.
Namun tidak ada satupun yang berhasil membuat hatinya luluh. Wajah kakek tidak
jelek jelek banget untuk menjadi pria jomblo. Ketika ia pulang sekolah dengan
sepedanya yang masih ada hingga sekarang ia pake.
Bannya kempes karena tertancap paku. Ia pun terpaksa mendorong sepeda itu
hingga kerumah. Di dalam perjalanan. Seorang gadis muda berlari memukul
kepalanya dengan keras, wanita itu tampak pucat. Kakek kontan marah
"Ngapain sih lo pake mukul Kepala gua. Sakit tau?"
Gadis itu tampak pucat dan tidak bicara . ia hanya mengerakkan tangan seperti
memberikan sandi kepada
Albert untuk mengerti maksudnya.
"Apa sih. Ga ngerti ah.. gila ya lo?"
Gadis itu terus mengerakkan tangannya. Wajahnya seperti meminta pertolongan.
Albert mengira gadis itu tidak waras. Lalu pergi ketakutan. Tapi gadis itu
tidak menyerah begitu saja, ia pun menarik lengan baju Albert. Albert pun
semakin marah.
"Eh orang cacat ngapain sih ganggu gua. Ngomong aja ga bisa. Uda sana
pergi"
Gadis itu terdiam. Ia menangis. Dan Albert menjadi tak enak hati berkata kasar.
Lalu berkata
"Emang ada apa sih?" Tanya Albert.
Gadis itu menarik tangan Albert untuk mengikutinya. Memasuki sebuah tepi sawah
kosong. Ketika mereka tiba. Terlihat seekor anak burung terjatuh dari
kandangnya yang terdapat di atas rumah pohon keci.
Albert mengerti maksud gadis itu, ia hendak meminta tolong Albert mengembalikan
burung kecil itu diatas pohon. Albert hanya berpikir mengapa gadis itu harus
peduli terhadap burung kecil yang tak ada artinya tersebut. Untungnya bayi
burung kecil itu tidak terluka. Ia selamat ke kandangnya , gadis itu tampak
senang. Wajahnya yang sedih kemudian berseri seri.
"Uda kan. Sana pulang..?" ujar albert.
Albert pun meninggalkan gadis itu begitu saja. Namun gadis itu menempuk
badannya dari belakang.
"Kenapa lagi?"
Gadis itu mengambil sebuah tangkai pohon kecil menuliskan sesuatu di tanah
liat. Lalu Albert membacanya.
"Nama aku sapa?.. oh nama aku Albert, kamu?" Tanya Albert
"Agnes." tulisan itu berkata
"Oh.. Agnes. " ujar Albert
Gadis itu kemudian menuliskan tulisan kembali
"Terima kasih. salam kenal"
"Ok. Sama sama.. gua pulang dulu ya. Lo pulang sana .. "
Albert berjalan meninggalkan Agnes. Namun Agnes terus mengikuti pria itu.
Albert menjadi risih namun tidak berusaha peduli. Ia terus mengotong sepedanya
dan gadis itu terus mengikutinya, ia semakin emosi.
"Ngapain sih lo, ikutin gua terus?"
Gadis itu terdiam kemudian menunjuk rumah disampingnya. Albert yang tampak
marah ikut terdiam memperhatikan rumah di pinggil jalan yang cukup besar.
"itu rumah lo?" Tanya Agnes dan angel mengangguk tanda ya
"Oh.. sorry kirain gua lo ikutin gua terus. Kalau gitu pulang sana. Gua
mau pulang juga!"
Albert memastikan gadis itu telah masuk kerumahnya , hatinya tenang . ia tidak
berpikir gadis itu jelek namun sayang ia bisu. Andai saja ia tidak bisu ia akan
terlihat sempurna. Ketika beberapa meter berjalan.
Gadis itu kemudian kembali berlari mendekatinya. Nyaris saja Albert naik pitam
namun ketika gadis itu muncul dengan alat pompa ia mulai mengerti kebaikan
gadis itu. Albert menatapnya gadis itu yang baik hati. Kemudian mereka
berpisah.
Keesokan harinya.
Albert sedikit emosi ketika sahabatnya Hendra tak henti henti mengejek dia
tidak laku. Hari Valentine semakin dekat. Namun ia belum saja mendapatkan gadis
impian. Akhirnya ia pun memutuskan bolos dari pelajaran selanjutnya. Ia menarik
sepedanya kabur dari sekolah dengan ejekan teman temannya. Ia mengayuh arah
sepedanya tampak marah.
Kemudian hujan turun. Ia terhenti di sebuah pohon kecil untuk berteduh dari
hujan besar tersebut.
"Sialan Hendra , pake ngeledekin gua. Dia ga tau aja cewek impian gua
kayak apa. Emangnya gua murahan kayak dia semua juga diembat! Bikin keki aja!"
Ketika ia mengeluh. Hujan tak semakin mengecil namun semakin besar. Tiba tiba
muncul Agnes gadis bisu yang ia jumpai dengan sebuah payung berjalan
melihatnya. Gadis itu kemudian menyapanya dengan tepukan tangan. Albert yang
sedang melamun sedikit kaget ketika melihat Agnes.
"Ngapain lo ujan ujan keluyuran?" Tanya Albert
Kali ini gadis itu tidak lagi terdiam , ia mengambil tas yang berisi buku kecil
kemudian menuliskannya.
"Habis pergi lihat burung kemarin. Ingat?"
"Oh. Inget , ngapain dilihatin terus. Emang itu burung kamu?"
"Bukan. Itu burung tak dikenal. Kasian takut jatuh lagi. Dan ternyata
tidak. Kamu keujannya ya?"
tulisnya
"Ya iyalah emang kalau disini berdiri ngapain?"
"Tunggu ya.. aku pulang ambil payung buat kamu?"
"Hah ga usah.. repotin aja.."
Agnes tersenyum kemudian berlari bersama payungnya menembus hujan lebat.
Mungkin ia tidak mendengarkan suara Larangan Albert karena hujan besar
membisingkan suasana. Beberapa saat kemudian gadis itu kembali dengan pakaian
yang basah walau mengunakan payung. Ia tersenyum sambil memberikan Payung itu
pada Albert.
"Idih. lo ngeyel amet sih. Uda bilang jangan ! liat deh kamu jadi basah
kuyup gitu"
"Gapapa.. aku uda biasa. Ini payung pake ya.. aku mesti pulang dulu!"
"terus gua balikin payung ini gimana?"
"Kamu masih inget kan rumah aku. Ntar kalau sempat kembalikan, kalau tidak
sempat ya sudah buat kamu saja!"
"Oh.. ya uda!"
Albert melihat gadis itu berlari menghilang diantara hujan. Ternyata Agnes
berlari di sebuah tempat orang lain berteduh. Ia melihat seorang ibu yang
terdiam menunggu hujan dengan payung yang ia tidak pakai.
Kemudian memberikan payung itu pada ibu tersebut, ia berhenti dijalan tadi
sebelumnya ia berkata pada ibu itu untuk meminjam payungnya sesaat karena tidak
mungkin ia pulang kerumah mengambil payung. Lalu payung yang ia gunakan
sekarang ia berikan kepada ibu itu. Payung miliknya kini dipakai oleh Albert.
***
Albert menuju rumah gadis itu untuk mengembalikan payung yang ia pinjam hujan
lusa lalu. Ia tiba ke rumah yang cukup besar. Namun tampak sepi, ia mengetuk
pintu dan kemudian muncul Agnes menyambutnya.
Tampak basa basi Albert mengembalikan payung tersebut. Ia menatap wajah agnes
yang cukup cantik dari kepala hingga kakinya. Dan mulai berpikir.
"Mungkin kalau Agnes gua bawa ke valentine nanti. Mereka bakal kaget ya.
Cantik. Tapi dia kan bisu. Gimana ntar jadi ejekan lagi! "
Ia pun melewatkan angan angan itu. Dan pergi menuju sekolahnya. Agnes menatap
pria itu dengan tersenyum. Melambai-lambaikan tangannya terlihat girang
memberikan salam perpisahan. Di sekolah, kembali terjadi perdebatan dengan
Hendra
"Bet, valentine itu besok. Mana cewek lo?" ledek Hendra dan Albert
terdiam sambil berpura pura menulis
"Udalah Bet. Kita tau kok. Lo homo hahahaha" seluruh kelas tertawa dan
Albert mulai tidak tahan
"Gua bukan Homo. Gua ada Pacar. Namanya Agnes.!!"|
Seluruh isi keras yang bising menjadi sunyi mendengar ucapan Albert. Hendra
tidak percaya begitu saja.
"Oh.. kalau gitu besok buktikan. Tapi kalau sampe dia ga ada atau lo cuma
bohong. Lo kita anggap Homo,
semua orang uda pikir gitu juga. Ok!!"
"Ok!!"
Albert terlanjur mengeluarkan janji yang tidak bisa ia pungkirin. Sepanjang
perjalanan ia mulai
berpikir kesalahan fatal yang ia katakan. Namun tidak ada jalan lain selain menjalankan
semuanya dengan terpaksa. Ia pun pergi menuju rumah Agnes. Agnes menyambutnya
dengan gembira. Lalu terlihat kaget mendengarkan ajakan valantien dari Albert.
"Mau ga lo besok ikut valentine day di sekolah gua?"
"emang boleh?" tulis Agnes
"Boleh.. tapi janji satu hal ya! Sama gua!"
"Apa?"
"Maaf sebelumnya. Jangan pernah tunjukin ke semua orang kalau lo itu
bisu?"
Wajah Agnes seketika terlihat murung. Namun walau tersinggung. Ia pun bersedia
menyanggupinya. Albert pun mengatur semuanya. Mulai dari semua pembicaran yang
tidak boleh menujukkan ia adalah seorang bisu.
Hingga penjemputan dan apapun yang dapat membuatnya tidak malu karena membawa
Agnes ke sekolahnya. Hari itu pun ditunggu.
Keesokan harinya.
Albert terpaku ketika menjemput agnes dengan sepedanya. Gadis itu terlihat
cantik dengan gaun putihnya.
Ia sedikit terlena melihat Agnes begitu cantik dan sempurna. Ia pun membawanya
ke sekolah. Di sekolah telah terlihat semua murid yang membawa pasangan masing
masing. Ketika Albert dan Agnes tiba. Semua mata terpaku tak percaya. Mengapa
Albert bisa membawa seorang gadis cantik. Termasuk Hendra. Lawan taruhannya.
"Ini Agnes. Pasangan gua!" kenal Albert pada Hendra yang juga
langsung jatuh cinta pada pandangan pertama.
Kemudian keduanya meninggalkan Hendra dengan perasaan malu karena harus
mengakui kehebatan Albert.
Pesta berakhir sukses dengan kemenangan Albert. Kemudian Albert dan Agnes dapat
pulang dengan senyuman
besar. Dalam perjalanan , agnes menepuk pundak Albert dari sepedanya.
"Kenapa?"
"Mau anterin aku ke rumah pohon burung itu ga?" tulis Agnes
Albert pun melaju sepedanya ke rumah pohon tersebut. Ketika mereka tiba. Agnes
menangis histeris. Ini pertama kalinya Albert mendengar suara pertama dari
gadis itu. Ia menangis karena burung kecil itu terjatuh lagi dan kali ini
terluka cukup parah hingga kakinya mengalami luka. Albert dan Agnes tidak dapat
berbuat apa apa selain membawa burung itu kerumah Agnes. Setelah mengobati
lukanya . burung itu dirawat dirumah Agnes.
"lo kenapa begitu peduli sama burung kecil ini"
"Karena burung ini hidup di kandang yang dibuat oleh Kakek untuk aku
sebelum meninggal?" tulis Agnes
"Oh.." lalu Agnes pun bercerita
Ia memang datang ke kampung Kakeknya untuk mengambil barang barang yang hendak
dipindahkan dari rumah kakeknya, jadi ia hanya menikmati liburan disini. Hingga
ayah dan ibunya datang menjemputnya.
"Jadi lo akan pergi dong?" Tanya Albert
"Iya.. kapan kapan kamu datang ya ke daerah aku di Serang?"
"Hm. Kalau ada waktu datang dong. Kan rumah ini tetap perlu dijaga."
"Iya pasti kok.. lagian aku masih lama disini.. tenang aja!"
Albert pun semakin dekat dengan gadis itu. Ia mulai menjadi dekat dengan gadis
itu. Setiap hari mereka selalu merawat burung itu bersama. Hubungan yang
semakin dekat dari hari ke hari. Hingga Hendra memergoki Albert bersama gadis
itu dan menyadari gadis itu cacat. Ia mulai berambisi membuat malu
Albert di seluruh kelasnya.
Albert pergi ke sekolah dan semua memandanya lucu. Ia tak mengerti apa yang
mereka tertawakan hingga ketika ia tiba di kelasnya. Muncul tulisan.
"PACAR ALBERT ITU CACAT ALIAS BISU.TUNA RUNGU. KASIAN DEH LO"
Albert spontan marah. Dan menghapus tulisan itu, namun semua orang mulai tau.
Dan ia pun menjadi malu karenanya. Hendra datang menghampirinya
"Agnes loh kekasih bisu. Ternyata level lo ama gadis cacat ya
hahahaha"
Mendengar ejekan itu . Albert marah dan menghajar Hendra, mereka terlibat
perkelahian dan dihukum oleh guru mereka. Albert yang telah malu, menjadi bodoh
sehingga ia mulai berpikir untuk memperbaiki nama baiknya dengan memacari
seorang adik kelas yang ia tidak cintai.
Mereka pun jadian. Hendra mengunakan kesempatan ini untuk bertemu dengan Agnes.
Ia pun membongkar semua tujuan Albert kepada Agnes.
"Jadi dia deketin lo Cuma buat bikin gua malu supaya dia keliatan laku,
padahal dia Cuma manfaatin lo. Mana mau dia sama lo. Cacat . bisu gitu"
Agnes berlari menangis mendengarkan kata-kata itu. Ia mulai curiga ketika
melihat Albert menghilang sejak beberapa hari lalu tanpa pernah menemuinya. Ia
tiba dirumahnya penuh air mata. Hatinya terluka.
Sedangkan Albert tidak pernah tau jika rahasia tujuannya kepada Agnes telah
dibongkar oleh Hendra. Ia memang tak pernah mengujungin Agnes untuk beberapa
hari karena kekasih barunya selalu ingin ditemanin setiap saat.
***
Agnes merawat burung kecil itu hingga kembali normal. Ia pun berpikir untuk
mengambalikan burung itu ke rumah kecilnya. Ketika ia mencoba memanjat ke rumah
pohon itu ia terjatuh. Albert tiba tiba muncul dan menolongnya. Namun Agnes mendorong
tubuhnya dengan wajah marah. Albert menjadi bingung.
"Kok lo marah, kenapa?"
Agnes tidak berkata apapun. Ia pergi begitu saja meninggalkan Albert. Tanpa
sadar ketika terjatuh. Liotin anting yang agnes pake terjatuh satu di lantai.
Albet mengambilnya lalu mengejar gadis itu yang sedang berjalan dengan kaki
kesakitan. Albert berusaha memanggil Agnes. Namun, ia tidak mengerti mengapa
gadis itu marah padanya. Ia pun menghentikan langkah gadis tersebut. Agnes
mengeluarkan sebuah tulisan.
"Aku memang cacat. Tapi aku ga bodoh. Aku bukan mainan yang bisa kamu
gunakan buat acara valentine kamu sebagai wanita pajangan! terlebih buat
taruhan kamu sama temen kamu!!"
Albert sontak kaget ketika rahasia yang ia simpan rapat. Ia melihat Agnes
menangis dan hatinya merasa tak enak. Lalu membiarkan gadis itu pergi. Ketika
gadis itu semakin menjauh ia menyadari kesalahanya.
Lalu berteriak
"Nes.. sorry. Sorry!"
Agnes terhenti , namun hatinya terlanjur sakit. Ia pun meninggalkan pria itu
seorang diri. Albert menatap liotin anting di tangannya. Ia marasa tidak pantas
untuk bicara dengan dirinya yang hina.
Kemudian kembali ke rumah pohon kecil burung tersebut. Ia pun ingin menembus
kesalahannya terhadap Agnes. Rumah pohon itu tampak rusak karena dibangun
seadanya. Ia pun ingin memberikan hadian kepada Agnes dengan membuat rumah baru
untuk burung burung yang akan hidup disana.
Albert pun menjadi sibuk setiap harinya. Dengan penuh perjuangan ia membangun
rumah tersebut. Dan berhasil dengan sempurna tiga hari kemudian. Rumah burung
diatas pohon itu menjadi indah dan rapi. Ia pun segera menuju rumah Agnes.
Agnes sesungguhnya selalu memperhatikan apa yang dilakukan Albert setiap
harinya. Ia menyadari laki laki itu tidak seburuk yang ia pikir. Namun ia sadar
kepergiannya sesaat lagi akan tiba. Ia pun sadar dirinya yang cacat dan bisu
hanya menjadi celaan Albert karena kesalahan.
Ia pun meminta pembantunya untuk bilang kepada Albert kalau ia telah kembali ke
kampung halamannya.
Albert tampak shock mendengarkan kepergian gadis itu begitu cepat. Ia termenung
bersalah, kemudian memberikan Liontin Anting yang dijatuhkan Agnes kepada
pembantunya agar diberikan kelak bila bertemu kembali. Dengan air mata yang
jatuh membasahi pipi. Agnes pun menatap kepergian Albert penuh duka.
Albert pun kembali ke rumah dengan perasaaan sedih.
Beberapa hari kemudian Jepang datang menginvasi Indonesia. Daerah tempat
tinggal Albert menjadi salah satu konflik. Ia pun harus segera mengungsi
bersama orang tuanya. Sebelum ia pergi ia sempatkan untuk melihat rumah burung
kecil diatas pohon.
Tampak burung kecil itu menjadi dewasa dan hendak terbang. Dan ia menemukan
sesuatu di rumah tersebut.
Sebuah liontin anting yang ia titipkan kepada sang pembantu dan sebuah surat
kecil tulisan Agnes.
"Terima kasih atas rumah kecil ini. Kelak mungkin kita tidak akan pernah
sadar kita adalah sebuah takdir. Simpanlah satu liotin ini sebagai kenangan
terakhir yang bisa kuberikan kepadamu. Jika kita berumur panjang kita akan
bertemu, jika tidak biarkan kehidupan lain menanti kita. Satu dihatiku. Satu
dihatimu untuk selamanya"
Albert menangis dengan berat hati ia menyimpan liotin tersebut. Dan ia pun
mengungsi untuk selamat perperangan. Agnes pun menghilang dengan selamanya.
Sejak saat itu mereka tidak pernah bertemu. Setelah perang usai. Albert pergi
ke Belanda untuk kuliah dan kembali dengan menikahi seorang wanita yang
akhirnya menjadi ibu Angel. Ia tak pernah menyadari liontin itu tersimpan dan
masih ada hingga ia membenarkan isi gudangnnya.
Kembali ke masa lalu.
Angel tanpa menitihkan air mata ketika mendengarkan kisah kakeknya. Tidak
seperti biasa ia selalu mengantuk ataupun beralasan untuk tidak pernah niat
untuk mendengar. Kali ini kisah tersebut telah meruntuhkan sanubarinya untuk
mendengar kisah tragis cinta tersebut. Hanya satu pertanyaan yang bisa ia
berikan kepada sang kakek.
"Kakek apa yang akan kakek lakukan bila bisa bertemu Agnes lagi"
"itu tidak mungkin.. dia mungkin telah meninggal usia kakek sudah 70an
sekarang, ketika dulu ia lebih tua 3 tahun dari kakek. Mungkin telah meninggal.
"
"Ya.. jawab dong kalau andai saja!"
"Ok. Kakek mau bilang satu hal sama dia. Kisah valentine antara kakek
dengan dia adalah kisah terakhir yang paling indah dalam hidup kakek. Karena
itulah valentine pertama kakek"
Angel memeluk kakeknya . Ia begitu terharu terhadap kisah cinta sang kakek.
Beberapa tahun kemudian ia mendapatkan seorang laki-laki yang ia cintai dan
akhirnya menikah. Dalam sebuah undangan yang tak terduga, seorang wanita tua
datang dengan sebuah tongkat di tangannya bersama sang cucu. Nenek itu
mengunakan kalung yang tak asing bagi Angel. Nenek itu memberikan ucapan
selamat. Angel hanya memadang nenek itu seperti asing namun tidak pada kalung
ya ia gunakan.
Kakek yang duduk dikursi paling ujung. Mendapatkan giliran untuk bersalaman .
kakek melihat dengan jelas liotin yang nenek itu pake. Air matanya terhanyut
begitu saja. Sang nenek bertanya kepada cucu itu melalui cucunya yang mengerti
bahasa isyarat tangan dari sang nenek
"Kakek nenek saya ingin berkata sesuatu sama kamu "
"apa nak?"
"Kakek sudah tua tak malu menangis di hadapan anak anak muda hehehe"
ledek nenek itu
"Siapa nama nenekmu"
"Agnes.."
Tamat..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar