Rabu, 21 Maret 2012

Alkisah Kepala Ikan

Alkisah pada suatu hari, diadakan sebuah pesta emas peringatan 50 tahun pernikahan sepasang kakek-nenek.
Pesta ini pun dihadiri oleh keluarga besar kakek dan nenek tersebut beserta kerabat dekat dan kenalan.
Pasangan kakek-nenek ini dikenal sangat rukun, tidak pernah terdengar oleh siapa pun mengenai berita mereka perang mulut.



Singkat kata mereka telah mengarungi bahtera pernikahan yang cukup lama bagi kebanyakan orang.
Mereka telah dikaruniai anak-anak yang sudah dewasa dan mandiri baik secara ekonomi maupun pribadi.
Pasangan tersebut merupakan gambaran sebuah keluarga yang sangat ideal.

Di sesela acara makan malam yang telah tersedia, pasangan yang merayakan peringatan ulang tahun pernikahan mereka ini pun
terlihat masih sangat romantis. Di meja makan, telah tersedia hidangan ikan yang sangat menggiurkan yang merupakan kegemaran
pasangan tersebut. Sang kakek pun, pertama kali melayani sang nenek dengan mengambil kepala ikan dan memberikannya kepada
sang nenek, kemudian mengambil sisa ikan tersebut untuknya sendiri.

Tapi aneh, perasaan si nenek justru terharu bercampur kecewa dan heran. Akhirnya sang nenek berkata kepada sang kakek:
"Suamiku, kita telah melewati 50 tahun bahtera pernikahan. Ketika engkau memutuskan untuk melamarku, aku memutuskan untuk
hidup bersamamu dan menerima dengan segala kekurangan yang ada untuk hidup sengsara denganmu. Aku menerima hal tersebut
karena aku sangat mencintaimu.

Sejak awal pernikahan, ketika kita mendapatkan keberuntungan untuk dapat menyantap hidangan ikan, engkau selalu hanya
memberiku kepala ikan yang sebetulnya sangat tidak aku suka, namun aku tetap menerimanya dengan
mengabaikan ketidaksukaanku tersebut karena aku ingin membahagiakanmu.

Aku tidak pernah lagi menikmati daging ikan yang sangat aku suka selama masa pernikahan kita. Sekarang pun, setelah kita
berkecukupan, engkau tetap memberiku hidangan kepala ikan ini. Aku sangat kecewa, suamiku. Aku tidak tahan lagi untuk
tidak mengungkapkan hal ini."

Sang kakek pun terkejut dan bersedihlah hatinya mendengarkan penuturan sang nenek. Akhirnya, sang kakek pun menjawab:
"Istriku, ketika engkau memutuskan untuk menikah denganku, aku sangat bahagia dan aku pun bertekad untuk selalu
membahagiakanmu dengan memberikan yang terbaik untukmu.

Sejujurnya, hidangan kepala ikan ini adalah hidangan yang sangat aku suka. Namun, aku selalu menyisihkan hidangan kepala ikan
ini untukmu, karena aku ingin memberikan yang terbaik bagimu. Semenjak menikah denganmu, tidak pernah lagi aku menikmati
hidangan kepala ikan yang sangat aku suka itu. Aku hanya bisa menikmati daging ikan yang tidak aku suka karena banyak
tulangnya itu. Aku minta maaf, istriku."

Mendengar hal tersebut, sang nenek pun menangis. Mereka pun akhirnya berpelukan. Percakapan pasangan ini didengar
oleh sebagian undangan yang hadir sehingga akhirnya mereka pun ikut terharu.
***

Kadang kala kita terkejut mendengar atau mengalami sendiri suatu hubungan yang sudah berjalan cukup lama dan tidak mengalami
masalah yang berarti, kandas di tengah-tengah karena hal yang sepele, seperti masalah pada cerita di atas.

Kualitas suatu hubungan tidak terletak pada lamanya hubungan tersebut, melainkan terletak sejauh mana kita mengenali
pasangan kita masing- masing. Hal itu dapat dilakukan dengan komunikasi yang dilandasi dengan keterbukaan.
Oleh karena itu, mulailah kita membina hubungan kita berlandaskan pada kejujuran, keterbukaan dan saling menghargai satu
sama lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar